G
|
elas
berisi minuman sari jeruk dan kue cokelat hangat masih belum disantap bahkan
disentuh, sengaja dibiarkan agar kebiasaan kurang menghargai dapat tercipta di
dalam dirimu yang bersih itu. Aku sengaja tak berlama-lama memandangimu agar
kau bisa memulai semua itu, dirimu yang dulu bukanlah yang sekarang. Terkadang
aku menahan rasa emosi dan rasa temperamentalku untuk itu, tapi kau tak pernah
merespon dengan satu kata pun, tapi semuanya tak membuatku semakin putus
harapan, sambil ku amati raganya, masihkah dia menghargai aku sebagai
pasangannya?
Hingga malam pun engkau tak menyentuh makanan dan minuman
yang aku sediakan untukmu, apa itu belum cukup untuk itu semua? Apa kau
menungguku untuk mengatakan “Kamu makan dong makanan yang aku sediakan, nanti
mubazir kalau enggak dimakan.”? Mencoba menahan amarah dan emosiku dengan
proteksi yang maksimal. Namun apa hasilnya? Tidak dihargai bahkan makin tidak
dihargai.
Menunggu dan menunggu, hal itu yang aku selalu terpintas,
bahkan kepala sudah hampir pecah melihat sikapmu yang aneh itu. Aku mencoba
merenung, cepat membuang semua arogansi yang aku punya untuk dilampiaskan
padanya. Menunggu, menunggu, dan menunggu hingga ia mau menghargaiku.
Sebagai strategi pertama, aku mengajak dia untuk makan
malam bersama, di Kafe Matahari yang buka hampir 20 jam itu. Seperti biasa, aku
meneleponnya dan menyuruh menungguku di rumahnya.
“Halo, sayang, aku mau ngajakin kamu makan malam ini. Mau
enggak?” kalimat pertama yang kuucap di awal percakapan.“Hmm,, tapi aku mau
kamu bayarin semuanya ya sayang.” Dia mulai menampakkan sikap manja yang
berlebihan. “Iya, sayang. Tenang aja, pasti aku bayarin kok!” aku menantang dia
untuk mengiyakan kemauannya. “Kalo gitu, kamu jemput aku di depan rumahku, jam
delapan. Oke, love you!.” Ia menutup
telepon dengan kata kata manis namun memaksa.
Aku menunggu di depan rumahnya, tepat jam delapan, dan menantinya
terus hingga ia keluar. Tapi sudah hampir lima belas menit aku menunggu cukup
lama, ia tak kunjung keluar. Lalu seorang satpam rumahnya menghampiriku.
“Nak, Non Mira lagi jalan jalan sama teman-temannya.
Besok lagi aja Nak Vito kesini.”
Tampak aku hanya terdiam dan hampir menganga ketika aku
menunggu dia cukup lama, dan ternyata ia pergi bersama teman-temannya ke mal.
Entah ia mau meneruskan hubungannya denganku, menghargai dan saling menghargai
sudah hampir nol persen, tak ada rasa perhatian dan cinta. Yang ditinggalkan
hanya penyesalan dan amarah yang meletup-letup setibanya di rumah, tidak
kusangka, ia membohongiku begitu dalam!
Kini aku tetap memutuskan untuk tetap mengakhiri kisahku
dengannya, percuma dipertahankan tapi yang ada malah menyakiti hati dan
perasaan. Sontak, ia menangis karena hubungan cinta kita telah berakhir, tapi
aku tak peduli dan tetap dengan pendirianku, putus dengannya! Dan perjalanan
kisah kita usai sampai disini.
Tapi dari sinilah aku dapat belajar bahwa ketika saling
menghargai dan menghargai sulit menyatu kalau pasangan kita semakin tidak setia
bahkan munafik. Yaa,, walau itu menyakitkan buatku, tetapi aku tetap
bersemangat dan berselera walau tanpa kehadirannya. Oke, aku bakal jadi jomblo
bahagia!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar