Selasa, 15 Juli 2014

Korban Cinta Terlarang



Teman, bagaimana rasanya jika sahabatmu, yang menjadi tumpuan keluh kesahmu ternyata selingkuh dengan orang yang sangat kamu cintai? Atau kalau sahabatmu nekat membuat ‘cinta terlarang’ dengan pasangan kita? Inilah yang aku alami selama ini. Aku serasa dicampakkan begitu saja. Tanpa kabar. Tanpa pesan kalau aku dan dia telah putus. Mau dibilang kejam, salah, mau dibilang tega, juga salah. Tidak keduanya.
 Aku lalai dalam menjaga cinta itu. Bahkan kau tak pernah bertemu denganku ketika di suatu kesempatan. Semua karena kau berpaling dariku dan memilih yang lain. Rasanya sangat sakit luar biasa. Aku ingin melampiaskan semuanya dengan caraku sendiri, namun ku urungkan. Aku harus menang menghadapi situasi seperti ini. Modal utamaku hanya sabar dan terus bersabar.
Kejadian ini sekitar beberapa tahun silam. Saat kami merajut cinta yang sangat mesra. Tidak ada belenggu sedikitpun. Tapi, semuanya sudah buyar tak bersisa saat orang lain hadir dalam kisah kami. Cinta segitiga itu dibentuk. Diam-diam ia berdusta padaku. Ia memilih dia yang jelas-jelas tidak mengenalku. Padahal, aku ini sahabatnya. Aku sulit menerima cinta seperti ini.
 Keegoisan dia muncul, saat ia bilang bahwa dia dan sahabatku hanya berteman. Tapi, kenyataannya? Ia diam-diam menusuk dari belakang. Ia tanpa sungkan-sungkan menggenggam tangan sahabatku dengan mesra di hadapanku. Sahabatku hanya tersenyum licik melihatku menangis dan menderita. Sahabatku seakan menari-nari diatas penderitaan aku. Namun, sekali lagi modal utamaku dalam hadapi semua ini. Sabar dan tawakal. Suatu saat pasti akan ada balasannya.
Suatu ketika, delapan bulan setelah menikmati cinta terlarang itu. Mereka akan menikah. Restu dari kedua orang tua mereka sudah lengkap. Undangan sudah disebar. Dan aku menerima undangan itu, dengan tangisku yang tertahan di dalam hati. Tapi, aku berharap dalam hati yang terdalam agar pernikahan itu tidak terjadi. Lagi-lagi ku urungkan lantaran aku tahu diri. Aku diputus secara sepihak olehnya karena selingkuhannya. Aku mengelus dada dan berdoa agar mereka mendapat balasan yang semestinya.
Aku tahu, memang ini bukan saatnya untuk mengharapkan cinta itu kembali ke hadapanku lagi. Meski entah kapan itu terjadi. Lalu, bagaimana dengan ikrar pemutusan sepihak yang kau kasih? Kau lupa. Kau yang memilih berpaling ke yang lain selain aku tanpa kasih tahu aku sebelumnya. Dan sekarang, kau malah berbahagia dengannya dan bahkan kau mengundangku pada pernikahanmu nanti. Ada kejutan apa di pesta bahagiamu nanti? Kau mempermalukan aku dengan cara berpelukan mesra dengan pasangan barumu. Bagaikan serigala berbulu domba. Kau memperhitungkannya dengan matang.
Perlu mereka tahu, aku selama ini terus menyimpan gejolak amarah ketika kalian menyatakan cinta terlarang itu. Namun, tidak harus melampiaskannya hingga berujung. Kucoba bertahan dengan kondisi seperti ini. Walau nantinya pernikahan itu akan terjadi.
Namun, benar dugaanku, pernikahan itu tidak terjadi. Saat kekasih lama sahabatku membatalkan pernikahan dia dengan kekasihku, aku tak menyangka, pernikahan terlarang itu yang semula akan hikmat berakhir dengan duka. Sahabatku dibunuh oleh kekasih lamanya itu yang ternyata mengalami gangguan mental sampai mati. Sementara kekasihku hanya tidak bisa berbuat apa-apa, ia masih trauma dengan pembunuhan yang baru ia saksikan itu. Entah karena ia sebelumnya pernah mengalami trauma yang berlebihan terhadap pembunuhan. Tidak sampai gila, ia hanya perlu menjalani perawatan khusus di rumah sakit jiwa.
 Saat aku melihatnya tidak berdaya di ruang perawatan, aku menangis. Aku tidak menyangka ia begitu menderita karena cinta yang menurutnya ‘suci’ itu berakhir tragis. Padahal ia mencampakkanku dengan sangat jahat. Tapi, inilah konsekuensinya. Menerima kegagalan yang sangat sakit dan teramat sakit akibat dampat cinta terlarang. Sekali lagi, aku menangisi kekasihku yang menderita, tiada yang dapat menyembuhkan traumanya karena cinta itu. Inilah yang disebut sebuah ironi cinta yang terlarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar